Minggu, 11 Desember 2011

KPPSI: PERJUANGAN POLITIK IDENTITAS - ISLAM DI SULAWESI SELATAN


KPPSI: PERJUANGAN POLITIK IDENTITAS - ISLAM
DI SULAWESI SELATAN

Oleh : Alamsyah
Direktur Eksekutif LiSHAN Indonesia
(Lembaga Studi Hukum dan Pemerintahan)

Makalah disampaikan pada acara Seminar Internasional ke-9  Dinamika Politik Lokal di Indonesia :Agama, Etnisitas dan Ruang /Space dalam dinamika Politik local di Indonesia dan Asia Tenggara pada bulan Juli 2008

DASAR HUKUM SYARIAT ISLAM

Al-Qur’an Surat Albaqarah ayat 208
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Ayat yang lain : QS: Al-Baqarah :85 ,  QS: An – Nuur : 51

Perjalanan Syariat Islam di Sulawesi -Selatan

Pada masa kerajaan
Ditandai dengan shalat jumat yang pertama di masjid tallo pada tanggal 19 Rajab 1016 H bertepatan dengan tanggal 09 nopember 1607 M dan peristiwa ini diabidakan sebagai hari jadi kota makassar. Raja tallo pada saat itu I mallingkaang daeng Manyonri, karaeng Tu-menanga ri-Bonto Biraeng, gelar Sultan Alaudin abdullah Awwalul Islam yang memeluk Islam sejak malam jum’at 09 jumadil awal 1014 H, atau 22 September 1605 M Sedang raja Gowa pada saat itu adalah Raja ke 14, I mangerangi daeng manrabbia, gelar sultan Alauddin Tominanga ri gaukanna (1593-1639) mereka adalah peletak dasar tonggak pemberlakukan sariat islam bagi kerajaan orang-orang makassar yang dilanjutkan secara berkesinambungan oleh Raja-raja berikutnya.
Demikian pula kerajaan-kerajaan orang Bugis yang satu persatu memproklamasikan diri sebagai kerajaan Islam seperti Sidenreng dan Soppeng dalam Tahun 1609 M, Wajo dalam tahun 1610M dan tanah Bone pada tahun 1611 M  dan LUWU tahun 1604 M.

Pada masa Kemerdekaan
Piagam jakarta
Sejarah mencatat bahwa kemerdekaan yang dicapai dengan pengorbanan harta dan nyawa para pejuang ummat islam yang kemudian disepakati oleh pendiri negara ini dalam Piagam Jakarta, 22 Juli 1945 yang memuat kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, sebagai hasil kompromi dan toleransi umat islam yang sebelumnya menginginkan islam sebagai dasar negara.

Pemberontakan DI/TII Abdul Qahhar Mudzakkar  (Versi I)
Akibat dari penghianatan dan perbuatan pencoretan 7 kata dalam piagam jakarta serta melihat bahaya komunis yang makin kuat dalam pemerintahan rezim orde lama soekarno maka akhirnya pada 07 agustus 1953, Seorang Tokoh pejuang kemerdekaan dari Sul-sel Abdul Qahhar Mudzakkar memilih ”masuk hutan” dengan DI/TII-nya bergerilya agar dapat membuat daerah demarkasi (de Fakto), guna penegakan syariat islam.

Versi 2
Kahar Muzakar merupakan salah satu tokoh militer Sulawesi Selatan yang memimpin perang gerilya kemerdekaan dan bertugas menjalankan proses pengintegrasian Sulawesi ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada saat proses pembentukan TNI, Kahar Muzakar mengusulkan kepada Kolonel Kawilarang untuk mendirikan resimen Hasanuddin, tetapi ditolak dengan alasan pendidikan formal para laskarnya yang tidak memenuhi syarat.

Penolakan inilah yang membuat Kahar Muzakar merasa diperlakukan tidak adil padahal laskarnya telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada NKRI dalam perang kemerdekaan dan penyatuan Sulawesi ke NKRI.  Kemudian Kahar Muzakar mencari dukungan dari PKI, tetapi gagal dan akhirnya bergabung bersama dengan Kartosoewirjo dengan mendirikan Negara Islam Indonesia di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hal inilah, semangat menegakkan kembali hukum Islam lebih disebabkan oleh proses kekecewaan Kahar Muzakar terhadap pemerintahan Soekarno.

KONGRES PEMBANGUNAN  MASYARAKAT ISLAM DAERAH
SULAWESI SELATAN

Pada tanggal 7 -11 Desember 1957 M  Raja Gowa Andi idjo Daeng Mattayang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidid, mensponsori Kongres Pembangunan Masyarakat Islam Daerah Selawesi Selatan dan Tenggara (SST) di Malino. Dan mendapat dukungan penuh dari Panglima KDMSST Andi mattalatta, Komandan Resimen Hasanuddin Andi Jusuf, Gubernur Sulawesi /GMDSST, Andi Pangerang Petta Rani dan Raja Bone H.A. Mappanyukki serta Datu Luwu Andi Djemma, dengan maksud untuk menampung dan merealisasikan keputusan-keputusan kongres Alim Ulama di Medan, polombangkeng, Bukit Tinggi, Palembang, Konfrensi Segi tiga Kapenap, alim Ulama di Makassar dan keputusan-keputusan Bineka Tunggal ika dalam bidang kerohanian dan pembangunan.

Pada Masa Reformasi
Kongres Pertama KPPSI
Pada tanggal 19-21 Oktober 2000 di Sudiang makassar dilaksanakan Kongres Pertama Ummat islam yang bertujuan untuk mengukuhkan keberadaan Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) sebagai alat perjuangan untuk menuntut otonomi khusus pemberlakuan syariat islam bagi propinsi Sulawesi-Selatan dengan cara konstitusional, demokratis dalam bingkai negara kesatuan RI.

Kongres Kedua  KPPSI
Berlangsung tanggal 29-31 Desember 2001 M. Di Sudiang Makassar  Kembali mempertegas target politik KPPSI dibentuk yaitu terwujudnya ”rumah Politik” yang bernama otonomi khusus agar dapat terwujud secara utuh (kaffah) sesuai mekanisme perundangan yang berlaku.

Kongres ketiga KPPSI
Dilaksanaka dikabupaten Bulukkumba Sulawesi selatan pada tanggal 26-28 Maret 2005 M. Kongres ini bertujuan untuk memperkokoh ukhuwah islamiyah dan memadukan visi ummat islam, khususnya di Sulawesi selatan dalam rangka mendorong percepatan penegakan syariat islam, menyusun agenda-agenda strategis dalam rangka pencapaian tujuan diberikannya undang-undang otonomi khusus pemberlakuan syariat islam bagi propinsi Sulawesi selatan

Kongres keempat KPPSI
Kembali mempertegas tuntutan otsus bagi pemberlakuan syariat islam disulawesi-selatan sebagai bagian dari NKRI. Dan mengusulkan perubahan nama KPPSI menjadi KPSI tak ada lagi kata persiapan menjadi Komite Penerapan Syariat Islam.

APA ITU KPPSI
KPPSI: KOMITE PERSIAPAN PENEGAKAN SYARIAT ISLAM
KPPSI  MERUPAKAN WADAH TANSIQ/ WADAH ALIANSI
ALIANSI ORMAS ISLAM , ORPOL ISLAM DAN SEMUA KEKUATAN UMMAT ISLAM DI SULAWESI SELATAN

SEJARAH BERDIRINYA KPPSI

Diawali  dari berkembangnya suatu keinginan dan tekad masyarakat  Sul_Sel tentang pemberlakukan syariat islam dalam legalitas formal yang berbentuk otonomi khusus sebagaimana telah diberlakukan di NAD.
Kemudian oleh Pemuda FUI membuat inisiatif melakukan dialog terbuka tanggal 28 mei 2000 hasilnya merekomendasikan pelaksanana kongres ummat islam se-Sul-Sel.

Kongres Pertama KPPSI
Pada tanggal 19-21 Oktober 2000 di Sudiang makassar dilaksanakan Kongres Pertama Ummat islam yang bertujuan untuk mengukuhkan keberadaan Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) sebagai alat perjuangan untuk menuntut otonomi khusus pemberlakuan syariat islam bagi propinsi Sulawesi-Selatan dengan cara konstitusional, demokratis dalam bingkai negara kesatuan RI.

Kongres Kedua KPPSI
Berlangsung tanggal 29-31 Desember 2001 M. Di Sudiang Makassar  Kembali mempertegas target politik KPPSI dibentuk yaitu terwujudnya ”rumah Politik” yang bernama otonomi khusus (Rancangan UU Otsus) Syariat Islam bagi Sul-Sel agar dapat terwujud secara utuh (kaffah) sesuai mekanisme perundangan yang berlaku.

Kongres ketiga KPPSI
Dilaksanaka dikabupaten Bulukkumba Sulawesi selatan pada tanggal 26-28 Maret 2005 M. Kongres ini bertujuan untuk memperkokoh ukhuwah islamiyah dan memadukan visi ummat islam, khususnya di Sulawesi selatan dalam rangka mendorong percepatan penegakan syariat islam, menyusun agenda-agenda strategis dalam rangka pencapaian tujuan diberikannya undang-undang otonomi khusus pemberlakuan syariat islam bagi propinsi Sulawesi selatan

Kongres keempat KPPSI
Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Kongres Umat Islam IV diselengarakan di Kabupaten Pangkep, 7-8 Februari 2010.
Kongres tersebut digelar sebagai bagian dari perjuangan KPPSI memperoleh otonomi khusus(otsus) pemberlakuan syariat Islam diSulsel. Tuntutan otsus tak ubahnya pemberlakuan otsus yang diberikan pemerintah pusat kepada rakyat Nangro Aceh Darussalam. Tuntutan otsus tersebut dianggap masih sesuai konstitusi RI.

BRAND KPPSI: SULAWESI SELATAN SERAMBI MADINAH
Bila dicermati secara historis politis, ada kesamaan antara Aceh dan Selawesi selatan, yakni : Kedua-duanya sama-sama memiliki jejak kerajaan islam yang sangat berpengaruh di nusantara.  Pada zaman revolusi, keduanya sama-sama menjadi basis perjuangan untuk mendirikan negara islam di Indonesia. Disebabkan karena jejak islam yang begitu kuat dan mendalam, jika aceh disebut sebagai  “Serambi Mekkah” maka Sulawesi Selatan disebut “Serambi Madinah” karena aceh dan sul-sel adalah dua propinsi yang mayoritas mutlak penduduknya beragama islam.
KPPSI: POLITIK IDENTITAS DAN ALIANSI  ISLAM POLITIK
Pada masa awal embrio KPPSI  dan pada saat awal pembentukan KPPSI, alinasi KPPSI dominan menunjukkan diri sebagai aliansi politik identitas sebagai langkah strategis untuk mendapatkan otonomi khusus dari pemerintah pusat.
Namun pasca Kongres I KPPSI tersebut, KPPSI menunjukkan wajah bukan hanya sebagai  representasi dari alinasi politik identitas, tetapi juga sebagai aliansi Islam politik yang dibangun dengan strategi struktutal dan kultural
BAGAIMANA CARANYA ?

KPPSI: STRATEGI MEMBUMIKAN SYARIAT ISLAM
Perjuangan KPPSI pasca kongres I merupakan fenomena Islam Politik dengan menggunakan cara-cara struktural untuk perjuangan penegakan syari’at Islam. Strategi struktural pertama adalah dengan menggunakan elite-elite politik dan agama pada level lokal dan nasional sebagai instrumen untuk mendapatkan otonomi khusus secara legal melalui lembaga-lembaga negara seperti DPRD, DPR dan Lembaga Eksekutif Propinsi sesuai dengan prosedur. Hal inilah yang membuat KPPSI mendapatkan dukungan politik dan legal formal dari lembaga-lembaga negara.

Pasca Kongres II, gerakan KPPSI mengalami lokalisasi ke wilayah kabupaten dengan memfokuskan strategi struktural dengan pembentukan perda-perda syari’at sebagai bentuk pilot project. KPPSI menggunakan pendekatan struktural untuk melakuan percepatan perubahan kultural dalam masyarakat.  Dan pada Kongres III, KPPSI mengembalikan tujuan awal KPPSI yaitu melakukan persiapan untuk kembali memperoleh otonomi khusus dengan strategy baru, yaitu menempatkan anggota-anggota KPPSI pada posisi-posisi struktural pemerintahan, seperti dengan memanfaatkan momen pemilihan kepala daerah. KPPSI masuk dalam lingkaran mekanisme demokrasi dan memanfaatkan demokrasi sebagai instrumen sekaligus ruang strategis bagi perjuangannya untuk menegakkan syari’at Islam.

Sedangkan strategi kultural yang dilakukan oleh KPPSI adalah dengan melakukan pengkaderan da’i untuk menghidupkan kembali tempat pendidikan Al-Qur’an, para ulama diminta untuk menghidupkan lagi tradisi-tradisi di masjid dan mendirikan sholat berjama’ah, membentuk Taman Belajar Al-Qur’an di daerah-daerah, membina majelis taklim, dan bekerjasama dengan media untuk melakukan sosialisasi atas syari’at Islam

KPPSI: OTONOMI KHUSUS DAN MASA DEPAN DEMOKRASI DI SULAWESI-SELATAN

Deklarasi Muharram KPPSI Se- Sul-Sel  15 April 2001
Point 1 Mendesak kepada DPRD propinsi Sulawesi Selatan untuk segera menindak lanjuti secara konkrit tuntutan aspirasi penegakan syariat islam di sulawesi selatan, melalui otonomi khusus.
Point 2  Kepada Pemerintah Pusat dengan segenap elit politiknya, agar tidak mengabaikan tuntutan aspirasi penegakan syariat islam di sulawesi selatan. Dan untuk itu kami mengingatkan bahwa mengabaikan aspirasi masyarakat islam sulawesi selatan dapat menimbulkan persoalan baru bagi NKRI yang kita cintai.
Fenomena KPPSI di Sulawesi Selatan memberikan fakta bahwa demokrasi di Sulawesi Selatan dipandang sebagai bagian tidak terpisahkan oleh sebuah ideologi yang selama ini mengalami stigmatisasi sebagai kontra demokrasi, yaitu ideologi Islam. Lahirnya demokrasi di Indonesia dengan representasi desentralisasi, telah memberikan ruang yang dimanfaatkan oleh kelompok Islam pro syari’at Islam untuk memperjuangkan kepentingannya. Otonomi khusus dalam konsep demokrasi dimanfaatkan sebagai ruang bagi pembelakukan syari’at Islam di Sulawesi Selatan sebagai dasar hukum.

DAPATKAH SYARIAT ISLAM DIFORMALKAN DI INDONESIA ?
BAGAIMANA DI SULAWESI-SELATAN ?

JIKA YANG MENJADI RUJUKAN ADALAH HASIL AMANDEMEN UUD 45 DALAM ST MPR-RI TAHUN 2002,  MAKA JAWABANNYA ADALAH “BELUM”, NAMUN JIKA BERDASARKAN JAJAK PENDAPAT DI MAJALAH TEMPO EDISI 23-29 DESEMBER 2002 YANG DISELENGGARAKAN OLEH PUSAT PENGKAJIAN ISLAM DAN MASYARAKAT (PPIM) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, MAKA JAWABANNYA ADALAH “YA” MAYORITAS RESPONDEN (71%) SETUJU PENEGAKAN SYARIAT ISLAM  DI INDONESIA, BAHKAN LEBIH DARI SEPARUH (67%) MENGATAKAN SETUJU DENGAN PEMERINTAHAN ISLAM.

BAGAIMANA SULAWESI-SELATAN?
BERDASARKAN HASIL JAJAK  PENDAPAT DESEMBER 2001- JANUARI 2002 YANG DILAKUKAN OLEH TIM PENGKAJIAN KONSEP PEMBERLAKUKAN SYARIAT ISLAM SUL-SEL (PKPSI SUL-SEL) YANG DIBENTUK OLEH PEMPROP SUL-SEL.
HASILNYA: UMUMNYA MERESPON MENYAMBUT SECARA POSITIF PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM BAGI PEMELUKNYA DENGAN SKOR 91,11% SETUJU.
DITEMPUH SECARA STRUKTURAL= 58,67% SECARA KULTURAL= 32,44% SISANYA 8,89% MASIH PERLU PENGKAJIAN DAN ABSTAIN




Tidak ada komentar:

Posting Komentar